Pages

22 Januari 2014

Foto-Foto Mengharukan Yang Berhasil Memenangkan Penghargaan Pulitzer

Diposting oleh Unknown di 19.42 0 komentar

Rocco Morobito


Photographer Rocco Morabito memenangkan penghargaan Pulitzer tahun 1968 prize untuk foto ini , yang berjudul " Kiss of Life." Apprentice lineman J.D. Thompson memberikan nafas buatan pada rekannya R.G. Champion, yang tergantung setelah tersengat listrik di atas tiang.  (The Florida Times-Union, File)

John Moore



Amerika mempublikasi beberapa foto dari tentara Amerika yang tewas atau terluka selama perang Iraq. The Associated Press memenangkan hadiah Pulitzer dalam berita fotografi, Senin 4 April, 2005 untuk serangkaian gambar pertempuran berdarah di Irak. Penghargaan ini adalah AP-48 Pulitzer. (AP Photo/John Moore)

Nick Ut


Pemenang Putlizer ini adalah seorang fotografer bernama Nick Ut memperlihatkan seorang anak yang berlari ketakutan, bernama Pham Thi Kim Phuc, yang tengah melarikan diri di jalan raya pada tanggal 8 Juni 1972,  di dekat Trang Bang, Vietnam, setelah serangan udara napalm. Gadis kecil itu sekarang sudah dewasa dan telah menikah, mengatakan telah memaafkan  John Plummer, the U.S. officer yang disebut-sebut sebagai pelaku serangan itu, ketika keduanya bertemu pada akhir November di Vietnam Veterans Memorial, Washington.(AP Photo/Nick Ut)

Pemenang Pulitzer feature photografy tahun 1995


gambar ini mengisahkan tentang Rwanda pada tahun 1995. Seorang anak berusia 2-3 tahun sedang mencoba untuk membangunkan ibunya, yang mungkin mati karena wabah penyakit yang tersebar di kamp-kamp pengungsian di Rwanda saat itu.
Gambar ini sangat sedih, begitu muram, namun ini kenyataan. Saya rasa foto ini memberikan gambaran tentang apa kehidupan seperti apa untuk orang-orang yang tinggal di kamp pengungsian Rwandan saat ini. Kamp-kamp pengungsian yang dibuat untuk melindungi suku Hutus tapi kamp yang terlalu penuh dan memiliki kekurangan air bersih. Juli 1994, 1000 Hutus telah meninggal dunia baik karena kekurangan air atau pencemaran air. Pada hari yang gambar diambil, PBB telah mengirim 46.000 galon air di tangan, namun tidak dapat memberikan kepada para pengungsi karena mereka tidak memiliki cukup untuk membawa truk air. seminggu sebelum foto ini diambil 18.000 orang telah meninggal di kamp pengungsi Hutu.


Pemenang pulitzer tahun 2000


Gambar ini diambil saat terjadi perang etnik di kosovo pada tahun 1999. Foto tersebut merupakan bagian dari The Washington Post's Pulitzer. photo ini menunjukkan bagaimana pengungsi kosovo , melewati melalui pagar kawat berduri.

Pemenang Pulitzer tahun 2004


Jalan di Monrovia (ibu kota Liberia), jantung medan perang antara tentara pemerintah dan pemberontak ibarat karpet peluru karena dipenuhi peluru. Seluruh kegiatan bisnis ditutup sakibat peperangan.Photo ini diambil oleh Carolyn memenangkan hadiah pada tahun 2004.

Manusia Putus Asa di Haiti" Menangkan Penghargaan Pulitzer
Serial foto berjudul "A People in Despair: Haiti's Year Without Mercy"  karya pewarta foto Miami Herald, Patrick Parrell memenangkan penghargaan Pulitzer 2009 untuk kategori breaking news. Parrell memotret kehidupan di Haiti setelah bencana badai Ike menerjang kawasan itu.
Seorang wanita hamil kesakitan dan mengalami kontraksi di trotoar karena belum ada tempat untuknya di klinik milik 'Doctors Without Borders' di Port-au-Prince, Haiti (22/11/08)

Selengkapnya...

Ikan Misterius Dalam Foto Misterius

Diposting oleh Unknown di 19.00 0 komentar

Banyak hal yang tak dapat dijelaskan dan mengandung misteri dalam hidup ini. Termasuk foto  dibawah ini. Terlihat gambar tiga orang pria tengah berpose dengan bangga sambil memperlihatkan seekor ikan berukuran raksasa. Yang aneh bukan karena ukurannya yang besar, melainkan ikan itu memiliki bentuk kepala yang aneh, bahkan mirip kepala ular. Lalu, ikan apakah itu?

Foto ini sendiri menyimpan misteri karena tidak ada kejelasan kapan, dimana, dan siapa yang mengambil maupun mempublikasikan foto tersebut pertama kali. Foto tersebut bahkan sempat populer karena digunakan sebagai kartu pos.

Seorang biologis dari NOAA, Dr. Jason E. Kahn tertarik untuk menyelidiki foto dalam kartu pos yang dipajang di museum International Cryptozoology dan kemudian mengunjunginya.

Menurut pengamatan Dr. Kahn, ikan tersebut memiliki kemiiripan dengan ikan snakehead, namun ia mengaku tidak mengetahui ikan jenis apa yang terdapat dalam foto tersebut. Meskipun ia tidak pernah melihat ikan jenis snakehead seperti dalam foto tersebut, ia sangat yakin jika ikan tersebut masih kerabat dari ikan snakehead.


Gambar dibawah adalah ikan jenis snakehead. Jika kita perhatikan bentuk tubuh kedua ikan sangat mirip, bedanya sirip bagian atas tidak tampak pada foto diatas.
Yang masih menjadi misteri adalah bentuk kepalanya yang sangat besar, bahkan terlalu besar dibandingkan tubuhnya. Sampai sekarang foto ini masih tersimpan di museum International Cryptozoology dan belum ada kejelasan pasti tentang nama dan jenis ikan misterius ini.
Selengkapnya...

Kebetulan atau Firasat ?

Diposting oleh Unknown di 18.46 0 komentar

Orang yang percaya dengan hal-hal supranatural akan menyebutnya premonition. Tetapi, mereka yang skeptis akan menyebutnya kebetulan, walaupun kebetulan itu sangat luar biasa.
Apakah kisah di bawah ini merupakan contoh dari premonition/firasat ataukah hanya sekedar kebetulan?


Pada tahun 1838, Edgar Allan Poe, seorang master dalam novel misteri dan horor menerbitkan sebuah novel yang berjudul The Narrative of Arthur Gordon Pym of Nantucket. Novel ini mendapatkan banyak kritikan dan dianggap sebagai buku yang tidak bermutu. Saking banyaknya kritikan, Poe sendiri akhirnya setuju dengan para kritikus dan menyebut novelnya sendiri dengan kalimat "a very silly book".

Tokoh utama dalam novel tersebut bernama Arthur Gordon Pym yang berlayar bersama rekan-rekannya dengan sebuah kapal penangkap ikan paus bernama Grampus. Suatu hari terjadi pemberontakan di dalam kapal dimana sebagian besar awak dibunuh. Pym bersama dua rekannya bernama Dirk Peters dan Augustus yang tidak ikut dibantai lalu menyusun rencana untuk merebut kembali kapal tersebut. Usaha mereka berhasil. Sekarang mereka bertiga adalah pemimpin kapal Grampus. Para pemberontak yang ditaklukkan kemudian dibunuh atau dilempar kelaut. Namun, mereka memutuskan untuk mengampuni satu orang yang bernama Richard Parker supaya bisa membantu mereka di atas kapal.

Setelah berlayar beberapa lama, persediaan makanan dan air mulai habis. Dalam beberapa hari, mereka mulai menderita kelaparan dan kehausan. Lalu, empat orang ini mengambil sebuah keputusan yang mengerikan. Salah seorang dari mereka harus dikorbankan! Jadi, mereka mengadakan undian, dan hasilnya menunjukkan kalau Richard Parker harus mati. Lalu, mereka bertiga membunuh Richard yang malang dan bertahan hidup dengan memakan dagingnya.

Biasanya seorang pengarang terinspirasi dari kejadian nyata lantas dituangkan dalam sebuah karya, bisa buku atau film. Anehnya, yang terjadi pada kasus ini terbalik.

Pada tahun 1884, sebuah kapal bernama Mignonette berlayar dari pelabuhan Southampton menuju Australia. Kapal itu dipimpin oleh kapten Tom Dudley dengan dua awak senior bersama seorang remaja yang baru berusia 17 tahun yang diperbantukan sebagai Cabin Boy.


Ketika mereka telah berada di lautan lepas, badai atlantik selatan menghantam. Tidak ada kapal yang lewat dan mereka berada 1.600 mil jauhnya dari daratan. Sebuah ombak besar datang dan segera menenggelamkan Mignonette. Empat penumpangnya berhasil lolos dengan menggunakan sebuah sekoci. Sayangnya, mereka tidak berhasil membawa persediaan makanan dan air yang cukup selain dua kaleng kecil lobak.

Selama sembilan belas hari berikutnya, mereka mengapung dengan memakan lobak itu bersama-sama. Namun, tidak butuh waktu lama sebelum keputusasaan menjalar. Sang remaja yang kehausan malah meminum air laut yang menyebabkannya kehilangan kesadaran. Melihat peristiwa ini, kapten Dudley kemudian membicarakan sebuah ide bersama rekan-rekan lainnya. Sesuatu harus dilakukan untuk mempertahankan hidup. Seseorang harus dikorbankan untuk menjadi makanan bagi yang lain. Jadi, kapten Dudley mengusulkan untuk segera mengadakan undian. Sepertinya, ada ide yang lebih baik ketimbang mengadakan undian. Kapten melihat ke arah remaja yang tergeletak tanpa sadar dan mengajak kedua rekannya untuk membunuh remaja itu. Dua rekannya yang lain menganggap itu bukan ide yang baik, namun, kelaparan, kehausan dan keinginan untuk bertahan hidup menyingkirkan semua keraguan di kepala mereka. Kemudian, mereka bertiga berlutut dan berdoa. Kapten Dudley menyentuh pundak remaja itu dan berkata: "Anakku, waktumu telah tiba.”
Lalu, mereka membunuhnya dan mulai memakan mayatnya. Dengan memakan mayat itu, mereka berhasil bertahan hidup hingga 35 hari berikutnya sampai mereka diselamatkan oleh sebuah kapal lain yang lewat. Ironisnya, nama kapal yang menyelamatkan mereka adalah SS Montezuma, yang diambil dari nama seorang raja Aztec yang kanibal. Sepertinya, Kanibalisme telah menyelamatkan mereka sebanyak dua kali.

Sesudah diselamatkan, perasaan bersalah rupanya menggayuti benak ketiganya. Tak kuat menahan perasaan itu, mereka bertiga lantas memutuskan untuk mengakui perbuatannya.

Pengadilan Victoria menjatuhkan hukuman enam bulan kerja paksa.

Sekilas kisah ini terkesan biasa saja, memang ada kesamaan, tetapi tidak terlalu luar biasa sehingga bisa saja disebut sebagai sebuah kebetulan. Naluri bertahan hidup mungkin akan membuat semua orang melakukan hal yang sama. Tetapi yang membuatnya menjadi lebih aneh adalah, nama remaja yang dibunuh dan dimakan oleh kapten Dudley dan rekan-rekannya adalah: Richard Parker! Sama dengan nama awak kapal yang dibunuh dan dimakan di novel Poe! Aneh bukan ?

Kapten Tom Dudley menjalani hidup dengan rasa malu hingga akhir hayatnya. Penduduk lokal mengenalnya dengan sebutan Cannibal Tom.

Walaupun sisa-sisa tubuh Richard Parker dibuang ke laut oleh ketiga rekannya, sebuah nisan dibangun untuknya di Woolston, Southampton.

Konon, kapten Dudley telah membayar satu keluarga lokal untuk merawat nisan tersebut.

Selengkapnya...

Lukisan Penuh Misteri

Diposting oleh Unknown di 18.35 0 komentar

Ternyata selain Leonardo Da Vinci yang terkenal dengan lukisan-lukisannya yang misterius, ada pelukis kelahiran Jerman yang juga menghasilkan karya lukis yang sarat pesan tersembunyi.
Ia hidup pada masa Renaissance di Eropa, dan gaya lukisannya pun tak jauh berbeda dengan para pelukis-pelukis terkenal lainnya pada masa itu. pelukis ini tidak begitu terkenal, Ia hanya memberikan inisial “A.D” disetiap lukisannya.

Lantas apa yang membuat karya lukisannya begitu misterius? Beberapa orang mengaku setiap melihat lukisan ini, muncul perasaan ganjil dalam hatinya. Konon, hanya kalangan-kalangan tertentu yang mengerti dengan makna lukisan-lukisan A.D ini. Bagi mereka yang yang berhasil memecahkan simbol-simbol dalam lukisan ini akan terkagum-kagum dengan maknanya. Salah satu lukisannya yang dianggap paling misterius adalah sebuah lukisan yang berjudul Melancholia i.

Dalam lukisan ini, A.D melukis seorang malaikat dan seorang Cupid (malaikat kecil), beserta seekor anjing dan kelelawar yang membawa pita bertuliskan Melancholia i dengan latar belakang yang agak aneh...sebuah kota dan sebuah tembok..
Dilukisan ini juga terdapat beberapa benda lainnya yang maknanya masih menjadi perdebatan. Benda2 tersebut adalah:

1. Sebuah Tangga

2. Jam Pasir

3. Lonceng

4. Komet Helly

5. Batu

6. Palu dan paku yang berserakan dilantai

7. Bola

8. Pelangi

9. Timbangan

10. Kotak Ajaib terdiri dari 16 kotak beserta angka



Salah satu hal yang membuat kagum adalah kegeniusan A.D dalam menciptakan kotak ajaib yang hampir tidak mungkin diciptakan. Terdiri dari 16 kotak yang disertai angka, sekilas tidak ada yang istimewa dari tabel ini, namun mari kita perhatikan dengan seksama:



Tabel ini ternyata merupakan sebuah SUDOKU yang sangat jenius. Karena apabila dijumlahkan secara horizontal, vertikal dan bahkan secara diagonal, angka-angka ini akan menghasilkan jumlah yang sama, yaitu 34. misal 16+3+2+13 , atau 13+12+8+1 dan seterusnya.
A.D juga dengan hati-hati dan dengan perhitungan yang sangat cermat meletakkan angka 15 dan 14 berdampingan, yang apabila digabungkan menjadi 1514, yang merupakan tahun dibuatnya lukisan ini. Tahun pembuatan lukisan ini serta inisial pelukisnya terletak dibawah Malaikat yang sedang duduk.

Lantas, apa makna dari angka 34? Mengapa angka tersebut begitu penting hingga ada dalam setiap penjumlahan?

para ahli belum dapat menemukan rahasia tersebut. Yang mereka ketahui hanyalah bahwa A.D meletakkan angka 16 dibagian pertama karena angka 16 melambangkan kebangkitan manusia. Dalam hal simbologi, angka 8 merupakan suatu simbol kebinasaan kehidupan manusia, dan 8+8 merupakan kebangkitan kembali.

Setelah terpecahkannya misteri Tabel Albert Duhrer ini (yang berinisial A.D), para ahli meyakini bahwa terdapat pesan-pesan lain yang tersirat dalam setiap elemen pada lukisan tersebut yang menujukkan kejeniusan pelukis ini. Terutama pada Malaikat yang sedang menulis sebuah buku .
Selengkapnya...

NASA Mengubah Warna Langit PadaFoto Planet Mars ?

Diposting oleh Unknown di 18.28 0 komentar


Pada tahun 1976, Amerika Serikat telah menghabiskan jutaan dolar untuk mengirim Viking Lander I ke planet Mars. Tanggal 21 Juli 1976, pukul 2 siang, Departemen Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA menerima foto pertama yang berhasil diambil dari Viking.

Di dalam Foto tersebut menunjukkan planet Mars memiliki langit berwarna biru yang indah, bukan merah seperti yang kita kenal selama ini, padahal selama puluhan tahun, Mars dikenal sebagai Planet Merah. Hal ini dikarenakan foto-foto yang dirilis NASA tentang Mars selama ini selalu menunjukkan warna merah pada hampir setiap unsur di planet itu. Mars juga digambarkan sebagai planet yang tidak ramah dengan badai debu berwarna merah. Karakteristik ini juga telah digambarkan di beberapa film science fiction seperti "total recall" dan "red planet".

10 Januari 2004, departemen JPL NASA menyelenggarakan konferensi pers di Pasadena, California. Pada konferensi itu, mereka menunjukkan sebuah foto Mars terbaru yang diambil oleh wahana spirit, yaitu Mars dengan langit berwarna biru.

Foto diatas jelas berbeda dengan foto Mars yang biasa kita lihat, seperti foto yang ada dibawah ini.


Foto itu sangat mengejutkan. Pada tahun-tahun sebelumnya, NASA hanya merilis foto Mars dengan langit berwarna merah. Setelah konfrensi pers JPL itu, NASA memberikan alasannya :

"Jika pada saat wahana mengambil foto sedang terjadi badai debu di Mars, maka foto akan menjadi merah".

Dari pernyataan ini, NASA mengakui bahwa Mars sebenarnya memiliki langit berwarna biru seperti di bumi! Anehnya, mengapa selama ini NASA hanya merilis foto Mars dengan langit merah? mungkinkah ada sesuatu yang ditutup-tutupi? Dan mengapa baru tahun 2004 NASA mengungkapkan semuanya?

Menurut buku berjudul "Dark Mission : The Secret History of NASA" karangan Richard C Hogland dan Mike Bara, NASA telah dengan sengaja mengubah warna langit menjadi merah pada planet Mars.

Pada tahun 1976, ketika foto pertama Mars datang dari Viking, dunia bisa melihat melalui televisi bahwa Mars memiliki langit berwarna biru ! Namun, beberapa waktu kemudian, foto resmi yang beredar adalah Mars dengan langit berwarna merah. Menurut NASA, foto Mars yang menunjukkan langit berwarna biru adalah foto yang mengalami kesalahan filterisasi warna. Dengan kata lain, kesalahan teknis.

Namun menurut Richard Hogland dan Mike Bara, dua jam setelah foto pertama dari Viking tiba, seorang teknisi NASA tiba-tiba mendapat perintah dari Administrator NASA, Dr. James Fletcher, untuk menghancurkan semua negatif film yang menunjukkan langit biru pada planet Mars. Gambar-gambar yang lain kemudian diubah menjadi hampir merah total untuk menunjukkan seakan-akan tidak ada kehidupan di Mars.

Contohnya foto dibawah ini. Foto disebelah kiri adalah foto yang dirilis oleh NASA mengenai keadaan planet Mars. Pada foto tersebut terlihat warna bendera Amerika mengalami distorsi. Para peneliti kemudian memperbaiki warna foto tersebut dengan menggunakan bendera Amerika sebagai patokan. Dan hasilnya adalah foto disebelah kanan. Mars memiliki langit biru !


Tindakan administrator NASA yang memerintahkan penghancuran foto asli Viking I menimbulkan banyak pertanyaan. Mengapa NASA begitu ngotot menyembunyikan keberadaan langit biru tersebut dari dunia ? Apakah ada sesuatu yang lain ikut terpotret pada foto yang dihancurkan tersebut? Mungkinkah sebenarnya ada kehidupan di Planet Mars ?

Sayang sekali, pertanyaan ini belum terjawab hingga sekarang. Namun konon para astronom di teleskop Hubble telah lama mengobservasi bahwa Mars memang memiliki langit berwarna biru.

Walaupun begitu, beberapa ilmuwan membela NASA. Menurut mereka, NASA tidak mengubah warna langit. Perbedaan warna terjadi karena proses filterisasi yang tidak sempurna pada wahana penjelajah Mars.
Sayang. Tidak ada yang bisa mengetahui pasti kebenarannya. Namun, setelah konferensi pers JPL tahun 2004, sepertinya NASA mulai membuka kebenaran ini kepada publik. Contohnya foto dibawah ini yang diambil oleh wahana Opportunity tanggal 26 Februari 2004. Foto ini menunjukkan matahari terbenam di planet Mars.


Apapun yang berusaha ditutupi oleh NASA, namun sekarang paling tidak kita mengetahui bahwa Mars memang memiliki langit berwarna biru. Mungkin suatu hari kita bisa membangun peradaban baru di tempat itu. Atau mungkin sebenarnya peradaban itu sudah ada disana selama ini ? entahlah ..
Selengkapnya...

21 Januari 2014

Claudine Longet Membunuh Spider Sabich

Diposting oleh Unknown di 21.55 0 komentar

Musim semi baru saja tiba pada tahun 1976.Di sebuah gereja Katolik di Placerville, California terlihat kerumunan berkumpul untuk memberikan perpisahan terakhir pada  Spider Sabich, seorang bintang muda ski Amerika. Kerumunan yang berkumpul untuk memberi penghormatan terakhir itu termasuk para bintang ski, atlet Olimpiade dan teman masa kecilnya. Keluarga besar Sabich yang keturunan Croasia-Amerika berdiri bergandengan tangan bersama di depan gereja. Mereka mati rasa oleh kesedihan.

Selama pemakaman, keluarga Sabich melirik pada sosok perempuan kecil yang tengah duduk dengan sekelompok kecil teman-temannya. Dia mengusap matanya dengan saputangan, dan kemudian bahunya terguncang-guncang.

Perempuan itu adalah kekasih Sabich, seorang aktris Perancis dan penyanyi bernama Claudine Longet. Di satu sisi, dia berhak berada di sana karena Spider Sabich pernah begitu lama menjalin kasih dengannya namun di sisi lain, keberadaannya juga tidak dikehendaki. Perempuan itulah yang membunuh Sabich.  Walaupun dia membela diri bahwa itu sebuah kecelakaan, namun keluarga Sabich dan teman-temannya tidak mempercayainya. Mereka yakin Longet telah membunuh Sabich dengan sengaja. Sebelumnya gossip-gosip panas terus beredar dan diekspos oleh media sehingga menjadikan kasus Sabich menjadi pusat perhatian selama dekade itu.

Spider Sabich

Cerdas dan gagah, Spider Sabich termasuk diantara sekelompok kecil pemain ski Amerika profesional yang mempopulerkan olahraga itu pada tahun 1960-an dan 70-an.
Sabich berasal dari Kroasia. Ayahnya,Vladimir, lahir dan besar di Sacramento. Dia seorang pilot pesawat tempur pada perang dunia kedua. Dia pernah tertembak jatuh oleh tentara Jepang dan menghabiskan setahun di penjara Siberia. Ia kemudian dibebaskan tahun 1944 dan kembali ke kediamannya bersama dengan istrinya, Frances.

Putra mereka lahir beberapa tahun kemudian. Anak itu begitu kurus ketika dilahirkan yang segera menarik perhatian ayahnya dan memberinya julukan yang terkenal itu.
“Bayi itu terlihat panjang tapi seolah tak punya daging,” ujar Vladimir pada media Sacramento Bee. “Dia tak lebih hanya tulang dan kulit, saya berkata begitu saja, ’Ya ampun, dia terlihat seperti laba-laba/spider.”

Ternyata julukan itu kemudian melekat padanya. Bahkan jarang orang mengenal nama aslinya:Vladimir Jr, dan lebih menyebutnya dengan nama Spider Sabich.
Pada tahun 1950, keluarga besar Sabich pindah dari Sacramento ke sebuah kota pegunungan kecil yaitu Kyburz, dimana Vladimir Sr bekerja sebagai polisi. Mereka pindah pada saat yang tepat. Sebuah bukit ski baru, Edelweiss, terbentang di sepanjang jalan rumah mereka dan anak-anak Sabich sangat menyukainya.

Spider memiliki sepasang sepatu ski boot dari kulit dan kayu pertamanya pada usia 5 tahun. Segera setelah itu ia dan saudaranya, Steve diajak bergabung di team muda ski bernama Edelweiss. Pelatih mereka bernama Lutz Aynedter, seorang juara yang berasal dari Jerman yang kemudian berimigrasi ke Amerika setelah perang, menilai anak-anak keluarga Sabich jago dalam perlombaan ski gaya Eropa. Spider dan Steve kemudian menjadi bintang diantara para racers ski muda di Kyburz. Mereka berdua dijuluki sebagai 'Highway 50 Boys.

Ketika remaja, Spider dan Steve pernah memenangkan salah satu kejuaraan sehingga menjadikan mereka memiliki peralatan ski yang lebih bagus dimana mereka berdua juga sering berlomba di tempat-tempat bergengsi di California Ski Resort, seperti Squaw Valley dan Lake Tahoe.

The Sabich Boys kemudian berhasil mengesankan pencari bakat bernama Bob Beattie, seorang pelatih ski dari Colorado yang kemudian meminta keduanya bergabung masuk team Nasional Amerika. The Sabich kemudian memenangkan beasiswa ski ke Colorado. Namun karir Steve terhenti karena mengalami cedera lutut.

Spider kemudian bergabung dengan team USA tahun 1968 di Olimpiade di Grenoble Prancis. Dia bekerja keras, terkadang hingga 25 training sehari.

“Ada dua hal menarik tentang Spider,” ujar Beattie. “Dia memiliki selera humor dan sangat berbakat. Dia juga tampan, sangat bersemangat. Namun ia merubah penampilannya ketika masuk ke Universitas Colorado. Dia menjadi sangat teliti seperti seorang insinyur. Ia memiliki dua hal yang berlawanan dalam dirinya.”
Pelatih Beattie dan seluruh masyarakat Amerika berharap banyak pada team ini pada tahun 1968, didalamnya juga ikut Kidd, Huega, Moose Barrows dan Ni Orsi, semuanya merupakan anggota team Colorado. Namun persaingan yang ketat membuat Amerika malah tak mendapat medali dan Sabich hanya bisa menyelesaikan perlombaan pada etape kelima.

Sebagian besar anggota team kemudian beralih ke professional dan mengkuti kejuaraan dunia di Eropa. Sabich  berhasil mempertahankan karirnya, dengan satu kemenangan dan masuk dalam jajaran 18 top terbaik. Tahun 1969 dia termasuk dalam urutan 11 ski dunia.

Tahun 1970 Beattie membentuk tour ski professional di Amerika. Saat itu olah raga ski  tengah booming di Amerika. Beatie kemudian mengajak Sabich bergabung dan dengan senang hati ia menerima ajakan itu.

Sabich dengan cepat menjadi bintang di Tour itu. Tidak hanya karena permainan skinya, Sabich adalah pria yang tampan dengan rambut pirang dan bermata  biru. Dia tergolong pria yang bisa menghentikan pembicaraan ketika tengah melintas menuju pondok ski. Gadis-gadis berebut memperhatikannya.

“Dia sangat menarik dan seksi,” ujar sahabatnya Dede Brinkman pada Sacramento Bee. “Itu merupakan suatu karisma yang dimiliki seorang bintang film.”
Kakaknya Steve juga membenarkan pernyataan itu. “Spider seperti magnet.”

Claudia Longet


Longet lahir di Paris, 29 January 1942. Setelah menyelesaikan SMAnya, dia bekerja sebagai seorang penari untuk menyambut turis di Paris. Longet sangat Prancis, dengan badan kurus dan kaki jenjang. Ia memiliki mata yang sayu dan wajah polos dengan rambut pirang. Ia juga bersuara halus dan terlihat serapuh kertas. Ketika ada lowongan pertunjukan ke Las Vegas, ia dengan mudah terpilih untuk bekerja disana karena di masa itu tipikal seperti dialah yang banyak dicari.

Saat tiba di Las Vegas, usianya baru 19 tahun. Ia bekerja sebagai penari di “LeFolies Bergere”, sebuah casino ternama. Longet kemudian bertemu dengan Andy Williams, seorang penyanyi yang cukup terkenal. Keduanya saling jatuh cinta dan kemudian menikah saat Natal tahun 1961. Andy berumur 34 tahun dan Longet menginjak usia 20 tahun saat itu.

Tahun-tahun berikutnya, Karir Williams semakin melejit dengan hitnya “Moon River”. Di saat karir Williams menanjak, Claudine tenggelam dalam kesibukannya mengurus rumah tangga dan melahirkan putrinya Noelle tahun 1963 dan putranya Christian di tahun 1964.

Popularitas ‘Moon River’ kemudian menjadikan William dipercaya memiliki sebuah program acara show sendiri tahun 1963 dan Longet kerapkali menjadi bintang tamunya. Aksennya-lah yang kemudian membawa Longet ke serangkaian acara TV sebagai wanita asing sexy semacam di “Hogan’s Heroes Combat” “Rat Patrol”, “Run for your Life’, Dr. Kildare’, ’12 O’Clock High’ dan ‘Alias Smith and Jones.’ Ia kemudian memenangkan penghargaan di tahun 1968 yang mengantarkannya dalam sebuah film  ‘The Party’.
Karir Longet berimbas pada karir selanjutnya sebagai penyanyi. Ia merilis album pertamanya tahun 1966. Aliran musiknya easy listening, dengan suaranya yang lembut. Dia masuk jajaran ke-4 dari daftar 100 lagu hits di sepanjang karirnya, yakni untuk lagunya “Love is Blue”.

Longet juga pernah rekaman bersama Beatles “Here, There and Everywhere,” dengan Burt Bacharach's di lagu "The Look of Love," "God Only Knows" dengan The Beach Boys, "Make It With You" dengan Bread, and a number of Carpenters' tunes, including "They Long to Be (Close to You)" and "We've Only Just Begun.”



(Penampilan Longet di salah satu acara televisi)

Longet kemudian melahirkan anak ketiganya, Bobby. Nama itu diambil dari nama sahabat mereka yaitu William Bobby Kennedy. Namun kehadiran seorang bayi lagi ternyata tidak mampu merubah keadaan pernikahannya yang mulai tak stabil. Memang mereka masih tampak seperti keluarga yang bahagia hingga tahun 1972, padahal sebenarnya sudah pisah rumah sejak tahun 1969. Longet dan anak-anaknya tinggal di mansion mereka di Malibu California.

Namun begitu, Williams dan Longet tetap berteman dekat. William sepakat memberinya tunjangan 8000 dolar setiap bulan untuk anak-anak mereka. Saat akhirnya mereka sah bercerai tahun 1975, Longet mendapatkan  2.1 Milliar dolar sebagai harta gono-gini.



(Keluarga Andy William dan Claudia Longet saat masih rukun)

Bertemu Claudia Longet
Awal tahun 70an, Bob Beattie mempelopori kejuaraan ski untuk kalangan selebriti dalam program tur USAnya yang baru. Hal ini dengan cepat menarik perhatian masyarakat. Penonton berduyun-duyun datang untuk melihat para selebriti berlomba ski, sekaligus menyaksikan atlet ski yang sesungguhnya.

Tahun 1972, penyanyi, aktris dan penggila Ski, Claudia Longet diundang di sebuah pameran tentang ski sebelum diadakan perlombaan di Bear Valley, California, hanya sekitar 25 mil dari kediaman Sabich di Kyburz. Sabich dan Longet bertemu disana untuk pertama kali dan tak dapat menutupi rasa tertarik satu sama lain.

Sabich sudah terbiasa dengan para wanita yang tergila-gila padanya, tetapi pada Longet perasaannya sangat kuat. Seorang teman menggodanya dengan sebutan, “kekuatan nuklir.” Longet pun rupanya memiliki perasaan yang sama. Keduanya tak bisa dipisahkan lagi dan kemudian menjadi pasangan sebelum liburan itu berakhir.

Spider Sabich dan Claudia Longet

Di usia 31 tahun, Sabich berada di puncak karir, tepat saat ia menjalin hubungan dengan Longet yang saat itu berusia 34 tahun. Ia tergolong atlet ski terkenal dan menjadi andalan di circuit milik Beattie, dan pendapatanya lebih dari 200,000 dolar selama setahun dari kejuaraan-kejuaraan itu.

Hubungan jarak jauh antara dirinya dengan Longet dijalani dengan penuh cinta. Longet masih tinggal di Malibu bersama anak-anaknya, sedangkan Sabich tinggal di Aspen. Longet harus pandai-pandai membagi waktunya antara menemani Sabich di Aspen dan kembali ke kediamannya di Malibu—dimana dia harus merawat dan membesarkan ketiga anak-anaknya.

Setelah satu tahun hubungan mereka, Sabich rupanya sudah merasa cocok dan tak ingin terus-menerus berjauhan dengan Longet. Ia kemudian  mengajak Longet dan anak-anaknya yang saat itu berusia 10, 9 dan 4 tahun untuk tinggal bersamanya.

Spider Sabich saat itu tidak menyangka bahwa keinginannya untuk tinggal bersama kekasihnya Longet justru memperburuk hidupnya. Ia terbiasa hidup sendiri, terkadang jika tengah jenuh ia tidur di rumah teman atau ke tempat lain. Longet juga kerap dikelilingi gadis-gadis dan kadang menikmati waktu dengan mereka untuk sekedar bersenang-senang. Sedangkan Longet menginginkan perannya lebih seperti suami, yang memberi banyak perhatian dan waktu di rumah.

Hanya sebentar mereka berdua menikmati kebersamaan dengan perasaan bahagia dan yang terjadi kemudian ternyata lebih berat. Kebiasaan Sabich dan tuntutan Longet kerap menimbulkan perselisihan. Hal-hal kecil kadang menjadi masalah besar dan otomatis menimbulkan banyak konflik diantara mereka.

Temannya sesama atlit ski mengatakan Longet banyak menuntut. Pernah dia melempar gelas wine pada Sabich di sebuah klub malam hanya karena Sabich kurang memperhatikannya. Longet  juga melarang Sabich datang ke acara tahunan penghargaan ‘payudara terbaik’ di sebuah acara penghargaan untuk tubuh wanita.

Sabich masih muda dan ia sebelumnya sangat menikmati hidupnya, dan kini ia merasa tak menemukan kebebasan setelah bersama Longet.

 “Spider perokok, juga minum dan melakukan apa saja yang lumrah dan biasa anak-anak muda lakukan,” ujar kakaknya Steve, “Jangan lupa, saat itu tahun 60an dan 70an.”
Sabich menderita cedera punggung saat kejuaraan final tahun 1973 di pegunungan Aspen. Meskipun saat itu dia masih bisa melanjutkan pertandingan, namun masalah cedera itu mempengaruhi penampilannya di 3 musim kejuaraan berikutnya. Merasa tertekan dengan persoalan itu, Sabich juga jenuh dengan Longet yang mulai menampakkan masalah yang berkepanjangan. Sabich pernah mengatakan pada beberapa temannya bahwa ia dan Longet menghadapi masalah yang rumit—menurutnya ini saat yang tepat bagi dia untuk kembali bangkit.

21 Maret 1976 disaat Sabich mengalami masalah bertumpuk-tumpuk antara persoalan pribadinya dan pekerjaan profesionalnya di ski, ia menjalani hari seperti biasa, tak menyangka akhir hidupnya datang secepat itu.

Peristiwa Naas itu terjadi

Pasangan itu berpisah jalan pagi harinya. Sabich pergi bermain ski dan kemudian melakukan pertemuan dengan Bob Beattie. Sementara Longet mengantar anak-anaknya sekolah, lalu dia sendiri pergi bermain ski. Namun rupanya dia hanya berski ringan saja, tak sampai ke lereng yang terjal dan jauh.

Longet kemudian pergi berbelanja. Setelah itu ia mampir ke sebuah bar dan minum segelas dua gelas wine . Dia sudah tiba di rumah pukul 3.30 saat anak-anaknya pulang dari sekolah. Sabich tiba di rumah setengah jam kemudian.

Sabich kemudian bersiap mandi, ia mengenakan celana pendek berwarna biru. Saat itu, ia berencana pergi ke pesta malam harinya. Menurut sebuah sumber, ia berencana pergi ke pesta sendirian saja, tapi menurut sumber lain dia berencana pergi dengan Longet.

Saat itulah Longet berjalan menuju kamar mandi sambil membawa pistol milik Sabich. Satu tembakan dilepas dan Sabich tertembak di kepala. Anak-anak Longet berlari menuju sumber suara dan menyaksikan atlit ski itu tergeletak di lengan ibunya, penuh darah. Ibunya berteriak minta tolong di telepon, lalu anaknya berlari keluar menunggu ambulan datang. Sayang, Sabich kehabisan banyak darah di kamar mandi. Dia meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit dengan Longet di sisinya.

Andy Williams segera menuju Aspen untuk menemani bekas istrinya melewati masa-masa mengerikan itu. Longet memang butuh dukungan saat itu. Opini publik berbalik menyerang Aktris Pancis tersebut. Aspen mulai berbalik menyerangnya.

“Tak seorang pun yang menyukainya,” ujar salah satu tulisan di Newsweek.

Penyelidikan dan Persidangan

Longet menghadiri pemakaman Sabich di California, kemudian kembali ke Aspen untuk mempelajari tuduhan pembunuhan terhadapnya, ancamannya maksimum 10 tahun penjara dan denda 30,000 dolar.

Dalam menghadapi kasusnya itu, Longet kemudian memakai jasa pengacara Carles Weesman. Longet berdalih penembakan itu sebuah kecelakaan. Ia mengatakan itu pada polisi yang pertama kali menanyainya bahwa ia sama sekali buta tentang senjata. Polisi menceritakan, Longet berkata ia memang membidikkan senjata itu pada Sabich dan ingin mendengar suaranya jika ditembakkan—yang setahu Longet tidak terkokang—“bunyinya ‘boom-boom’ atau ‘bang-bang’” kata Longet. Dan senjata itu ternyata meletus dan membunuh Sabich.

Longet bersikeras ia tidak bersalah, dan pengadilan atasnya dijadwalkan January 1977.

Setelah penembakan itu, Polisi membuat keputusan sebagai konsekuensi atas masalah Longet. Pertama, mereka akan melakukan tes darah pada Longet dan menyita buku harian, keduanya tanpa perintah dari pengadilan. Hasil tes menyebutkan kandungan cocain di dalam darah Longet. Dan dalam buku hariannya pun tertulis banyak tentang hubungan yang gagal.

Frank Tucker, jaksa wilayah, membaca diary itu dan menyatakan bahwa konflik Sabich dan Longet tak kunjung usai.
“Dia mengalami beban dari besarnya ketenaran dan tak mau kehilangan pria lagi dalam hidupnya,” ujar Tucker.” Andy Williams jelas-jelas mendepaknya, dan ia tak mau didepak lagi, thank you.”

Bukti-bukti itu meruntuhkan pertahannya.

Namun diary itu tak diperkenankan dibaca di pengadilan dan pertahanannya pun mulai berbalik. Para pengacara mati-matian meyakinkan juri bahwa hubungan Longet dan Sabich sangat mendalam dan dipenuhi cinta. Tentu saja mengarahkan 12 juri yang merupakan pria dan wanita lokal agar membuka pikiran mereka bukan perkara mudah. Salah satu juri mempunyai pandangan bahwa kebanyakan mereka meyakini bahwa Longet sengaja menembak Sabich.

Di hari pertamanya menjalani pengadilan, Longet terus menerus menangis. Ia tampak rapuh dengan rok abu-abu dan sepatu boot selutut.

“Semua ini membuat saya putus asa,” katanya pada para reporter.
Bob Beattie, pelatih Sabich, adalah yang pertama kali menjadi saksi. Dia bercerita bahwa pengadilan memiliki suasana yang aneh, seolah berharap agar Longet menjadi tenang.

Polisi juga menceritakan tentang rasa penasaran Longet akan bunyi senjata, boom-boom atau bang-bang saat pertama kali diinterogasi. Dari kursinya, Longet berteriak, “Itu tidak benar!” katanya.

Hakim George Lohr lalu memperingatkannya—agar tidak berteriak di dalam pengadilan.

Longet mengaku dia menemukan senjata itu di dalam lemari pakaian pagi hari saat kejadian penembakan. Senjata itu milik Steve, kakak Sabich yang diterimanya dari sang Ayah dan kemudian disimpan di kediaman Spider Sabich.

Saksi ahli mengatakan bahwa keamanan pistol itu bermasalah alias cacat dan telah dilumasi minyak terlalu banyak. Saksi ahli juga mengatakan sangat mungkin senjata itu mengeluarkan tembakan karena kecelakaan.

11 January, media sudah berkerumun di pengadilan untuk melipus Claudine Longet duduk di kursi saksi. Pengacaranya Weedman memberikannya sebuah pistol dan memintanya untuk menjelaskan bagaimana dia menembak.

Dia lantas menjelaskan, “saya mengambil pistol dan berjalan menuju kamar mandi, saya berkata pada Sabich, ‘jelaskan padaku tentang pistol ini,’ saya berjalan ke arahnya sambil menenteng pistol itu.”

Longet bertanya pada Sabich apakah pistol itu aman, dan mereka saling berbicara beberapa kata tentang hal itu.
“Sabich bilang, ‘ya, pistol itu terkunci, jadi aman.’ Saya bertanya lagi padanya, ‘jadi tidak akan meletus?’ lantas dia bilang, ‘ kau bisa mencobanya’
Secepat kilat pistol itu meletus dan mengenai Sabich. Longet mulai terisak saat menjelaskan bagaimana Sabich terjerembab di lantai kamar mandi sambil memegang kepalanya.

“Spider memanggil nama saya tiga kali dan lalu dia tersungkur,” katanya. “Saya berteriak padanya untuk bertahan, agar berbicara pada saya. Tapi dia tak menjawabnya, lalu saya mencoba menolongnya dengan pernafasan buatan dari mulut ke mulut, tapi saya tak tahu bagaimana caranya.”

Weedman lantas bertanya pada Longet bagaimana hubungannya dengan Sabich.

“Spider dan saya saling mencintai, sangat…” ujar Longet. “ Kami berdua adalah sahabat. Kami tak mungkin melewati kebersamaan lebih dari 4 tahun jika merasa tidak cocok. Kami pernah berdebat..tapi diatas itu semua, kami bersahabat dan saling mencintai satu sama lain.”
Saat penutupan pembelaan, Weesman kembali mengungkapkan tentang insiden penembakan itu dan bagaimana Longet telah tanpa sengaja membunuh lelaki yang sangat dicintainya.

“Jika ada setan di kota ini,” katanya. “Pastilah setan-setan yang bergunjing tentang hubungan antara Spider dan Claudine… Namun tak satupun yang terungkap disini dan mengatakannya secara jantan. Seharusnya mereka merasa malu akan hal itu.”

4 hari kemudian, juri membutuhkan 3 jam 40 menit untuk mengambil keputusan.  Mereka memvonisnya dengan hukuman ringan akibat kelalaian bukannya pembunuhan yang disengaja. Longet dengan berlinang air mata mengatakan, “Saya tidak bersalah. Saya menghargai nyawa manusia.” Namun dia akhirnya dipenjara selama 2 tahun dan denda 5,000 dolar.

“Dia tidak sengaja menembak dan mengakibatkan pembunuhan pada Sabich,” ujar juri Lohr. “kematian itu sendiri sudah merupakan tragedy yang sangat berat baginya.”

Longet Kini

Longet kemudian bebas. Banyak yang masih tak puas dengan penyelesaian kasus ini, apalagi kemudian Longet tampak gembira saat pergi berlibur ke Meksiko bersama pengacaranya Ron Austin, yang telah meninggalkan keluarganya demi bersama Longet.

Longet benar-benar menikmati liburannya.
Ia dan Austin kemudian menikah dan tinggal di Aspen. Sekarang dia telah berusia 63 tahun.





Keluarga Sabich meyakini bahwa Longet telah melakukan pembunuhan itu dan berhasil lolos dengan sedikit muslihat disana-sini.
“Hal itu sangat memalukan karena Sabich telah memberikan begitu banyak dalam hidup Longet,” ujar Steve Sabch, kakak Spider Sabich. “Claudine memang lihai dalam dua hal—menikahi orang ternama seperti Andy Williams dan menjadi pembunuh.”

Kasus ini juga menginspirasi Mick Jagger . Ia kemudian menciptakan lagu dengan liric :
"Oh, Claudine/Now only Spider knows for sure/But he ain't talkin' about it any more/Is he, Claudine?/There's blood in the chalet/And blood in the snow/She washed her hands of the whole damn show/The best thing you could do, Claudine."

Sejatinya kasus ini masih terasa meragukan bagi banyak pihak…
Selengkapnya...

Tragedy Kematian Model Playboy Dorothy Stratten

Diposting oleh Unknown di 21.30 0 komentar



Dorothy Stratten lahir di Vancouver, British Colombia. Tumbuh sebagai remaja, Dorothy dikenal sebagai gadis yang sangat cantik. Matanya indah, Rambutnya pirang keemasan  dan tubuhnya sexy. Dorothy tidak menyadari potensinya bisa membuatnya menjadi bintang hingga bertemu dengan pemuda bernama Paul Snider.

Ketika usianya hampir 17 tahun, dia bekerja di sebuah restoran cepat saji milik Paul Snider, yang usianya sembilan tahun lebih tua. Sejak melihat gadis cantik dengan tubuh ramping dan payudara besar itu, Paul sudah yakin bahwa gadis ini akan menjadi bintang. Dan dia memang benar.

Paul tidak menutupi ketertarikannya dan ia terang-terangan mengejar Dorothy. Setelah akhirnya menjalin hubungan dengan Dorothy, dia meyakinkan gadis itu agar bersedia diorbitkan menjadi model majalah Playboy, dia akan menjadi kaya raya dan terkenal.

Awalnya Dorothy yang sederhana dan pemalu mengabaikan gagasan itu, tapi Snider mendorongnya terus. Snider akhirnya berhasil merayunya untuk difoto telanjang. Snider kemudian mengumpulkan photo-photo itu dan megirimkannya ke Majalah Playboy di LA. Tanpa diduga ternyata foto-fotonyanya sangat memikat redaksi majalah playboy dan  hanya berselang dua hari saja mereka kemudian memanggilnya.

Snider merasa gembira, ia memang sudah yakin menemukan tambang emas melalui Dorothy. Mereka memenuhi panggilan itu dan Snider kemudian memperkenalkan diri sebagai Manajer Dorothy. Penampilan Snider dan lagaknya yang sok membuat pihak Playboy merasa kesal dan memandangnya sebelah  mata. Mereka tentu paham betul tipe-tipe pria macam Snider dan menganggapnya sebagai orang yang tamak. Mereka  tidak menyukainya sama sekali, namun demi mendapatkan Dorothy, mereka sedikit bersabar.

(Foto: Paul Snider dan Dorothy Sratten)

Dorothy mulai menjalani pemotretan untuk Playboy. Sikapnya yang lugu membuat pihak Palyboy harus memberinya arahan ekstra. Akhirnya memang berhasil, dan Dorothy mulai menikmati profesi barunya sebagai foto model majalah Playboy.

karirnya perlahan mulai bersinar. Tubuhnya yang sexy dengan dada indah dan kaki jenjang serta wajah yang cantik, ternyata disukai pembaca hingga dia kemudian mendapat gelar Playboy Playmate Oktober 1979. Pintu ketenaran sudah terbuka bagi Dorothy. Kesibukannya bertambah padat dan pada saat yang sama Snider merasa mulai diabaikan.

Sebagai bintang yang tengah bersinar terang, Heffner, petinggi Playboy, memperkenalkan Dorothy pada beberapa orang-orang penting di industri hiburan, antara lain pembuat film Peter Bogdanovich, yang telah melahirkan film-film terkenal seperti “Paper Moon”. Saat itu Bogdanovich baru saja putus dari aktris pirang Cybill Sheperd, yang kemudian menjadi partner Bruce Willis dalam film “Moonlighting.

(Majalah People dg Cover Peter Bogdanovich dan Cybill Sheperd)

Perkenalan itu mengesankan Dorothy. Bogdanovich berbeda dengan Snider. Ia pemuda yang sukses dan terpelajar. Bogdanovich pun ternyata jatuh cinta pada gadis itu. Ia selalu mengira gadis-gadis playboy agresif namun Dorothy terasa lain. Mereka kemudian berhubungan dekat. Bogdanovich bahkan merencanakan akan menggebrak bisnis pertunjukan dengan menampilkan Dorothy. Bogdanovich ingin kekasihnya itu tak dipandang sebelah mata dengan julukan sebagai pelacur seksi dengan dada besar.

Dorothy kemudian memutuskan Snider.

Mengetahui hal itu perasaan Snider hancur dan harga dirinya tersinggung. Ia merasa Dorothy lupa diri bahwa semua kesuksesan dan ketenaran yang kini didapatnya adalah berkat jasanya. Snider juga sangat cemburu pada kesuksesan Dorothy. Dia menuntut pengakuan dan jasa atas itu semua.

Namun Dorothy telah berniat menjauh darinya dan banyak pihak yang mendorongnya untuk itu. Tapi sulit bagi gadis itu melakukannya, apalagi dia sebenarnya sudah menikah dengan Snider sebelumnya.

Agustus 1980, Dorothy memutuskan bersedia bertemu Snider untuk terakhir kali, sehingga dia bisa mengakhirinya baik-baik. Dia setuju bertemu di apartemen tempat mereka pernah tinggal bersama.  Dorothy melakukan perjalanan yang cukup jauh dari New york, dimana dia tengah syuting film “They All Laughed” yang di sutradarai oleh Bogdanovich.

Dia sampai di apartemen Snider dengan harapan bisa menjernihkan persoalan mereka, bahkan sedikit ganti rugi bila itu bisa melepaskannya dari pria itu. Namun perkiraannya meleset. Kejadian tragis menjemput gadis cantik itu.

Tetangga flat Snider tidak mendengar apapun dari kamar Snider selama beberapa hari dan mereka menjadi khawatir lantas memutuskan memeriksa flatnya. Pemandangan yang mereka lihat sangat menyeramkan. Gadis itu berbaring dengan wajah menghadap lantai, tubuhnya telanjang, wajahnya babak belur berlumuran darah. Darah juga melumuri seluruh tubuhnya termasuk ada cetakan tangan berdarah di bawahnya. Jari kelingkingnya terlepas dan hilang.

Disamping tubuh Dorothy adalah mayat Snider. Dia menembakkan pistol diantara dua matanya , meninggalkan lubang menganga dan salah satu matanya tergantung keluar. Tubuhnya juga telanjang. Keduanya sudah dikerubuti oleh semut.


Dorothy Stratten meninggal pada usia 20 tahun. Petrus Bogdanovich sangat patah hati kala itu. Ia tak percaya peristiwa setragis itu terjadi. Selama beberapa saat ia masih dihantui cintanya pada Dorothy hingga kemudian menikahi adik Dorothy, Louise. Pernikahan itu, seperti dira banyak pihak tidak berhasil dan mereka bercerai pada tahun 2001.

Dua film yang mengangkat kisah ini dibintangi Jamie Lee Curtis berjudul “Death of A Centerfold” dan “Star 80’s” dibintangi oleh Mariel Hemingway dan Eric Robert. Film ini juga mengambil gambar di apartemen tempat pembunuhan itu terjadi. 

Inilah beberapa picture dari Dorothy Stratten:




Selengkapnya...

Misteri Menghilangnya Tara Calico

Diposting oleh Unknown di 21.06 3 komentar



20 September 1988, di  dekat Belen, New Mexico adalah pagi hari yang sempurna untuk bersepeda. Langit cerah dan tak ada tanda-tanda akan turun hujan.

Tara Calico, gadis cantik berusia 19 tahun sering mengendarai sepedanya sejauh 18 mil menelusuri State Road yang sepi sebelum berbalik kembali ke rumahnya. Ia memang gemar bersepeda dan aktifitas ini sering dia lakukan sebelumnya.

Seperti biasa, pagi itu dia meninggalkan rumah untuk bersepeda setelah sebelumnya berpamitan pada sang ibu, Patty Doel. Sebelum pergi ia menitip pesan agar sang ibu mencari dan menjemputnya jika dia belum kembali ke rumah hingga siang hari. Pesan itupun diterima dengan biasa saja oleh Patty Doel. Ini karena sebelum itu sepedanya pernah mengalami pecah ban dan ditambal. Mengingat hari itu Tara  juga punya jadwal untuk bermain Tennis, Patty Doel mengira pasti Tara tak ingin terlambat.

Tara adalah wanita muda yang sangat aktif, selain sebagai mahasiswi yang tengah belajar di Universitas New Mexico untuk menjadi psikolog, dia juga bekerja sebagai teller sebuah bank lokal.

Setelah menitip pesan, Tara pun pergi. Patty Doel sempat menyibakkan tirai jendela dapur dan melihat putrinya yang periang itu mengayuh sepeda menjauhi rumah. Ia tak pernah menyangka, itulah saat terakhir dia melihat Tara.

Menghilangnya Tara

Pukul 12:05, Patty Doel, menyadari bahwa Tara belum kembali. Ia kemudian mengeluarkan mobil dan tanpa curiga pergi mencari Tara. Ia sama sekali tidak panik waktu itu karena yakin putrinya mengalami pecah ban lagi seperti sebelumnya atau sebab yang lain. Dia bahkan mengira akan menemui Tara di sepanjang jalan yang biasa menjadi rutenya bersepeda. Namun hingga menjelang malam ia tak menemukan Tara. Kepanikan mulai menggayuti benak Patty. Ia mulai yakin ada sesuatu yang terjadi pada putrinya. Dengan menahan tangis, ia memutuskan melaporkannya pada polisi. Polisi pun langsung melakukan pencarian.  Para tetangga pun bergabung dengan keluarga Doel melakukan pencarian di sepanjang State Road 47, rute Tara biasa bersepeda.

Dalam pencarian itu, ditemukan sebuah kaset Band Boston disamping jalan raya dekat Brugg Street, beberapa mil sebelah tenggara dari kediaman mereka. Doel yakin kaset itu adalah milik Tara. Dia juga melihat bekas trek sepeda yang sedikit samar di tanah. Selain itu, juga ditemukan bagian dari Walkman merk Sony yang diyakini juga milik Tara di dekat perkemahan John F Kennedy, 19km dari rumahnya , sedikit lebih jauh dari rute yang biasanya dilalui Tara.

Mereka juga meminta bantuan dari berbagai pihak tidak hanya departemen kepolisian di seluruh Amerika Serikat, tetapi juga melalui acara berita televisi namun tak ada hasil.

Tara menghilang begitu saja.

Patty Doel berusaha tegar dan yakin suatu saat putrinya akan datang. Mungkin ia pergi ke rumah teman dan tertidur disana, namun ia sendiri  meragukan kemungkinan itu karena itu bukan tipikal Tara, apalagi ia juga punya tanggung-jawab pada pekerjaannya. Namun Patty yakin Tara masih hidup dan berusaha meninggalkan jejak agar orang-orang bisa menemukannya. Beberapa saksi mengatakan sebuah mobil pick up berwarna putih atau abu-abu mengikuti Tara hari itu. Namun kesaksian itu juga tidak bisa membuktikan apapun bahwa itu adalah penculik Tara.

Berbulan-bulan pencarian Tara, berbagai kesaksian dan petunjuk tidak juga menemukan titik terang keberadaan gadis itu. Banyak pihak mengira mungkin Tara sudah tewas dan dikubur entah dimana, namun keluarga Tara tidak mau menyerah. Mereka yakin Tara masih hidup, mungkin disekap oleh seseorang atau tersesat di hutan, meskipun kemungkinan itu kecil sekali.

Setahun kemudian Rene Rivera bergabung dan akhirnya menjadi sheriff di Valencia. Dia menyelidiki misteri hilangnya Tara selama bertahun-tahun kemudian. Ia juga menyaring informasi mana yang benar atau palsu dengan harapan mendapatkan petunjuk tentang menghilangnya Tara.

Penemuan sebuah foto polaroid di tempat parkir pertokoan pada bulan Juni 1989 yang diyakini adalah foto Tara bersama seorang bocah lelaki yang diduga adalah Michael Henley, Jr yang juga dilaporkan menghilang benar-benar menghebohkan sekaligus membuat frustasi keluarga yang mencintai dan menunggu kepulangan mereka.

Michael Henley,Jr, juga menghilang pada bulan April 1988 saat sedang berburu kalkun dengan ayahnya di daerah pegunungan Zuni, bagian selatan Grants, sekitar satu jam dari Albuquerque. Saat menghilang usianya baru 9 tahun. Dalam foto itu tergambar seorang wanita muda dan bocah laki-laki yang kedua tangannya terikat dan mulut dilakban. Foto itu sepertinya diambil di bagian belakang van. Disamping mereka tergeletak sebuah buku karangan VC Andrews, yang menurut pengakuan beberapa teman Tara adalah pengarang favorit Tara. Wanita yang menemukan foto itu melihat sebuah mobil van berwarna putih meninggalkan tempat parkir sebelumnya. Ia juga mengatakan pengemudinya adalah seorang pria sekitar pertengahan 30 tahun dan berkumis.

(foto yang diperkirakan Tara)

Mulanya Patty Doel yakin itu adalah poto putrinya tetapi kemudian dia ragu karena daerah sekitar mata gadis itu membengkak, berbeda dengan Tara. Namun bekas luka di kaki gadis dalam poto itu mirip sekali dengan bekas luka Tara saat mengalami kecelakaan mobil. Secara bertahap kemudian Patty Doel kemudian menjadi yakin bahwa itu memang poto putrinya. Mengenai matanya yang tampak sembab dan bengkak, bisa saja karena gadis itu diambil gambarnya saat bangun tidur. Marty Henley, ibu Michael Henley juga meyakini bocah lelaki dalam poto polaroid itu juga adalah anaknya yang hilang.

Scotland Yard pun meyakini gadis itu adalah Tara, namun ada banyak perdebatan disini antara lain dari pihak FBI dan para ahli di Los Alamos National Laboratory yang justru meragukan hal itu. Satu ganjalan terbesar adalah bahwa mayat Michael Henley sudah ditemukan sebelum photo itu ditemukan di pegunungan Zuni pada tahun 1990, tidak jauh dari tempatnya menghilang. Penyelidik yakin ia tewas karena tersesat. Jadi siapa bocah dalam poto itu? Dan benarkah gadis itu adalah Tara? Sebenarnya para penyelidik dan ahli investigasi memiliki teori akan hal ini,namun tanpa mayat dan bukti pendukung lain, itu hanyalah sebuah spekulasi.

Keluarga Tara Calico tetap berharap bisa menemukan gadis itu kembali. Namun tahun demi tahun berganti, jejak Tara menghilang begitu saja. Kasusnya pun mulai terlupakan. Keluarganya walaupun berat harus terus melanjutkan hidup. Harapan demi harapan mulai surut.

Tahun 2002, Ayah Tara meninggal dunia dan setahun kemudian,Patty Doel dan suami tirinya pindah dari rumah yang selama ini mereka diami, tempat Tara dibesarkan. Mereka pindah ke Port Charlotte, Florida.

Mei 2006, Patty Doel meninggal dunia setelah sebelumnya mengalami serangkaian stroke. Suaminya mengatakan keluarga mereka sudah pasrah dan menerima kenyataan jika mungkin Tara memang sudah meninggal atau terbunuh, sebab jika masih hidup, pasti gadis itu bisa menemukan cara untuk kembali pada mereka. Namun istrinya, Patty Doel, selalu menunggu putrinya kembali hinggal ajal menjemput.

Para penyelidik pun mulai menyerah. Sherif Rene Rivera mengungkapkan kemungkinan Tara memang sudah meninggal September pagi itu saat sedang mengendarai sepedanya. Kemungkinan ada beberapa pemuda yang mengikuti dan menyerangnya.

Dia adalah gadis yang atraktif, cantik dan popular. Kemungkinan para pemuda itu hanya sekedar ingin menarik perhatiannya namun sebuah insiden membuat gadis itu terbunuh. Mereka panik dan kemudian menyembunyikan mayat gadis itu, yang bisa jadi juga orang tua mereka turut berperan dalam menyembunyikan mayat itu demi menyelamatkan anaknya dari jerat hukum. Entah dari mana keyakinan ini, adakah sesuatu hal yang membuat sheriff ini mencurigai seseorang? Namun lagi-lagi teori ini tak dapat mengantarkan kasus ini menjadi jelas.

Tahun 2003, letnan Mark McCracken ditahan dalam kasus pembunuhan istrinya sendiri. Namun kemudian dia terbukti tidak dalam kesengajaan mengakibatkan istrinya terbunuh. Peristiwa ini seolah membuka kembali file lama tentang Tara Calico. Seperti telah lama diketahui bahwa McCracken pernah mengencani Tara, namun hal itu terlalu lemah melibatkannya dalam kasus menghilangnya Tara.

Akhirnya kasus ini menjadi misteri yang tak terpecahkan hingga kini. Tara menghilang bak ditelan bumi, bahkan mayatnya sekalipun tak pernah ditemukan.
Selengkapnya...

19 Januari 2014

Black Dahlia Kasus Pembunuhan Tak Terpecahkan

Diposting oleh Unknown di 18.45 4 komentar

Kisah Elizabeth Short telah digambarkan dalam banyak cerita sejak 6 dekade lalu, semenjak tubuhnya yang terpotong menjadi dua bagian, dibuang pada sebuah lahan kosong di LA. Padahal Elizabeth tak lebih hanya seorang playgirl, penggoda, dan memiliki masalah kejiwaan. Namun kisah pelayan berusia 22 tahun ini telah menginspirasi puluhan buku, situs internet, video game, bahkan sebuah band di Australia.
Kepolisian LA sudah menyerah pada kasus ini dan menutup kasusnya, mengingat kemungkinan pembunuhnya sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu, namun pembunuhan Black Dahlia masih menarik untuk dibicarakan.

Pagi hari,15 Januari 1947, seorang ibu rumah tangga bernama Betty Bersinger sedang berjalan di sebuah perumahan di pusat kota LA dengan putrinya yang berusia 3 tahun. Sesuatu kemudian menarik perhatiannya. Pagi itu dingin, mendung dan ia sedang dalam perjalanan untuk mengambil sepasang sepatunya dari tukang reparasi sepatu. Pada pandangan pertama, Bersinger pikir, sosok putih yang terletak beberapa inci dari trotoar itu adalah manekin toko yang sudah rusak. Saat melihat lebih dekat, ia langsung terkejut bahwa yang dilihatnya adalah sesosok tubuh wanita yang terpotong menjadi dua bagian dan wajahnya menelungkup menghadap tanah. Lengannya terangkat diatas kepalanya pada sudut 45 derajat. Tubuhnya telah dicuci bersih dari darah, dan ususnya terselip rapi di bawah pantat.

Bersinger menutup mata putrinya dan berlari ke rumah terdekat untuk menelepon polisi.

Ketika 2 orang detektif, Harry Hansen dan Finis Brown tiba di TKP, jalanan sudah dipenuhi wartawan dan penonton yang menginjak-injak sembarangan sehingga kesterilan bukti tidak lagi terjaga. Para detektif kemudian meminta kerumunan masyarakat untuk menjauh.

Dari penyelidikan diketahui bahwa korban dibunuh di tempat lain dan diseret ke tempat itu. Ada embun di bagian bawah tubuh shingga diperkirakan waktu dia ditempatkan disana sekitar setelah jam 2 pagi, saat itu suhu udara mencapai 38 derajat.

Wajah korban sangat mengenaskan. Si pelaku pembunuhan menggunakan pisau untuk merobek ujung kedua mulutnya hingga 3 inchi panjangnya, wajahnya tampak menyeringai seperti badut. Kedua pergelangan kaki dan tangannya terlihat bekas lilitan tali, kemungkinan dia disekap dan disiksa sebelumnya.

Detektif LA memeriksa sidik jarinya dan mengirim cetakannya ke markas besar FBI di Washington DC. Setelah dibandingkan, sidik jari itu cocok dengan sidik jari milik Elizabeth Short, yang diambil saat dia bekerja di ruang telegram di pangkalan militer California dan juga saat ditangkap karena pelanggaran mabuk dan minum minuman keras dibawah umur di Santa Barbara.

Wartawan mencium aroma sensasional dalam kasus ini.Mereka dengan cepat menghubungi Phoebe Short, ibu Elizabeth Short untuk mengorek kehidupan pribadinya.
Washington Post pun memuat kisahnya dengan judul yang sangat sensasional “Police seek mad pervert in girl’s death”
Elizabeth Short memiliki tubuh yang ideal di tahun 40’an  saat itu. Tubuh montok dengan pinggul langsing, dia sangat cantik. Dia mengecat rambutnya yang coklat dengan warna hitam legam, memakai lipstik merah darah dan selalu menyematkan bunga di rambutnya. Kulitnya putih dengan mata besar berwarna biru muda, dia seperti boneka perselen.Teman-temannya memanggilnya dengan julukan ‘Black Dahlia’ karena kegemarannya pada warna hitam dan film kesukaannya berjudul “the blue Dahlia” tahun 1946. Dan di tempat asalnya dia dipanggil “Bette”.

Lahir tanggal 29 Juli 1924 di Hyde Park Massachusetts, Elizabeth Short lahir dari lima bersaudara yang semuanya perempuan, dari pasangan Phoebe dan Cleo. Saat kecil, keluarganya pindah di sebelah utara Medford. Cleo Short sukses berbisnis miniatur golf tapi kehancuran saham tahun 1929 membuatnya bangkrut. Tak mampu membiayai kehidupan keluarganya, Cleo meninggalkan mobilnya di jembatan agar terlihat seolah dia mati bunuh diri melompat ke sungai karena putus asa.  Beberapa tahun kemudian dia menulis surat pada istrinya bahwa ia menabung agar bisa memindahkan keluarganya dari sana, tapi istrinya tidak menanggapinya dan menyatakan tak ingin berhubungan lagi dengannya.

Setelah ditinggal Cleo, keluarga itu pindah di sebuah apartemen kecil di samping Pacios dan Phoebe bekerja sebagai bookkeeper. 
Elizabeth yang sudah remaja sering diajak anak Pacios yang 10 tahun lebih muda, sekedar menemaninya makan es krim dan pergi ke bioskop. Kedua gadis itu menonton hampir semua film-film Roger Fred Astaire dan Ginger Roger yang sangat populer saat itu.

Short terlahir menderita asma dan bronchitis hingga dewasa. Saat 16 tahun, ibunya mengirim dia liburan musim dingin dengan keluarga temannya di Miami, dimana dia disana kemudian bekerja sebagai pelayan. Usia 19 tahun, Short dengan menggunakan kereta api lintas negara pergi untuk tinggal dengan  ayahnya yang tinggal di Valejo, yang berdekatan dengan San Fransisco. “Dia menaruh impian pindah ke California membuka peluang baginya masuk dunia film” tulis Pacio.

Sejak awal, hubungannya dengan sang ayah penuh dengan perselisihan. Mereka tak bertemu selama bertahun-tahun, walau ayahnya dihantui penyesalan, namun mereka adalah dua orang asing yang tinggal bersama. Cleo mengharap putrinya lebih banyak mengurus rumah,memasak dan menjaga rumah. Namun Elizabeth ingin bebas dan tak ingin bekerja bakibu rumah tangga.

Dia kemudian bekerja di ruang surat di Camp Cooke di Lompoc, sekitar dua setengah jam utara LA. Dalam foto hitam putih yang diambil untuk ID karyawan, tampak bibirnya sedikit terbuka dengan pulasan lipstick, rambut hitamnya terjurai rapi.

Camp Cooke dihuni oleh tentara yang kesepian karena akan dikirim ke medan perang. Ia meninggalkan kesan mendalam pada setiap pemuda disana, kecantikan dan keseksiannya. Mereka selalu berusaha menarik perhatiannya, memilihnya sebagai “penghuni camp paling cantik” dan memujinya bahwa ia layak menjadi bintang film.
Beberapa bulan kemudian, dia ditangkap di sebuah bar si Santa Barbara karena masih dibawah umur dan dikirim pulang ke Medford.

Selama beberapa tahun kemudian, dia sering bolak-balik Medford-Chicago, ke Florida, California dan kembali ke Massachusetts. Dia juga sering ke klub malam tempatnya berdansa dan menari. Ia cinta musik, pria dan hura-hura. Hidupnya tak pernah sendiri, selalu ada pria di sekelilingnya.
Desember 1944, gaya hidupnya sebagai playgirl berubah saat bertemu dengan seorang pemuda, seorang militer berpangkat mayor di Flying Tiger. Dia jatuh cinta pada pemuda bernama Matt Gordon itu dan mengatakan pada Pacios bahwa pemuda itu lain dari yang lain, dan ia juga ingin menikahinya.  Saat Short kembali ke Medford ketika musim panas, Elizabeth memakai pin Pilot Wings yang disematkan di blusnya, tutur Pacios.
Saat itu Jepang telah menyerah pada tanggal 14 Agustus dan Elizabeth Short berhenti mengkhawatirkan Matt akan terbunuh dalam pertempuran. Namun takdir begitu kejam. Saat Elizabeth membayangkan pernikahan dengan gaun pengantin sutra, datang surat pendek yang mengabarkan jika Matt terbunuh dalam kecelakaan pesawat dalam perjalanan pulang dari India..

Elizabeth sangat terpukul. Dia menghabiskan waktunya dengan membaca surat-surat Matt bahkan saat kembali ke Miami, dia menyelipkan surat-surat itu ke dalam kopernya.
Di Miami, Elizabeth mengobati luka hatinya dengan memiliki sederet pria. Dia menikmati bersahabat dekat dengan mereka, dari segala lapisan, tentara, pengusaha, tua, muda.. tapi dia lebih senang menghabiskan waktu dengan pria-pria yang royal terhadap dirinya. Ia sadar kecantikannya. Pria-pria selalu bersiul saat ia berjalan dan sering mereka membayarkan makan malamnya. Perilaku inilah yang menyeretnya dalam istilah ‘pelacur’ tapi tak ada bukti yang mendukung tuduhan ini.
Uangnya habis untuk membeli pakaian yang bagus. Dia lebih baik keluar dalam keadaan lapar daripada memakai pakaian usang. Ia selalu keluar dengan pakaian bagus, mengenakan jas hitam, blus feminin, sepatu hak tinggi dan sarung tangan kulit.

Elizabeth kemudian dekat dengan seorang pria militer, Joseph GordonFicking.

Juli 1946, dia kembali ke Southern California agar bisa berdekatan dengan Joseph GordonFicking, letnan angkatan udara yang sangat tampan dan bermata hitam.Mereka bertemu di California dua tahun sebelumnya, tak lama sebelum pria itu dikirim ke luar negeri. Hubungan itu tidaklah mulus. Dari surat-surat yang disita kepolisian, terungkap betapa Fickling marah pada Elizabeth yang penggoda, dan mempertanyakan apakah dirinya berarti bagi Elizabeth dibanding pria-pria lain. Tampaknya Elizabeth tak perduli—atau tak mencoba meyakinkan pemuda itu.

Flicking kemudian pindah tugas ke North Carolina sebagai pilot maskapai penerbangan komersial, dan mereka tetap berhubungan. Ia juga terus mengirimi gadis itu uang termasuk trasfer kawat $100 per bulan sebelum dia meninggal. Surat terakhirnya pada Fickling tertanggal 8 January 1947—tujuh hari sebelum pembunuhan—ia mengatakan akan pindah ke Chicago untuk mewujudkan impiannya menjadi model.

6 bulan terakhir hidupnya, Elizabeth terus-menerus pindah dari selusin hotel, apartemen, rumah kos dan rumah pribadi di California Selatan. Dia bahkan hampir nyaris kekurangan uang. 13 November hingga 15 Desember, Elizabeth tinggal di sebuah apartemen dengan dua kamar tidur sempit di Hollywood dengan delapan wanita muda lainnya yang bekerja sebagai pelayan coctail, operator telepon, dan penari. Mereka membayar $1/hari untuk tempat tidur dan lemari untuk dua orang. Namun Elizabeth bahkan tak mampu membayarnya, ia seringkali menyelinap lewat pintu samping untuk menghindari manajer yang menagih uang sewa.

Teman-teman sekamarnya mengatakan pada LA Times setelah kematiannya, bahwa Elizabeth keluar dengan pacar yang berbeda setiap malam dan tak punya pekerjaan. Ia juga tak punya sahabat dekat baik pria maupun wanita, tapi lebih suka berkumpul dengan orang-orang yang tak dikenal dan secara konstan berubah ke kumpulan yang lain lagi.
Orang yang terakhir melihatnya adalah seorang salesman berumur 25 tahun bernama Robert Manley  yang dipanggil “Red” karena rambut pirangnya yang merah menyala. Menurut ceritanya, Ia ingat tengah melihat wanita cantik tanpa tujuan yang jelas tengah berdiri sendirian. Red mendekatinya dan bertanya apakah dia butuh tumpangan. Gadis itu memalingkan wajahnya dan menolak bicara. Tapi red terus mendekatinya dan meyakinkan bahwa ia tak ada niat jahat, tak berbahaya, hanya ingin membantunya, bahkan jika perlu akan memberinya tempat tinggal untuk berteduh.

Saat itu Elizabeth tinggal dengan sebuah keluarga yang merasa kasihan padanya setelah menemukannya di biskop 24 jam. Tapi mereka segera merasa jengkel karena ia hanya suka bermalas-malasan dan pergi pesta setiap malam. January 1947 mereka mengusirnya dan Red datang menjemputnya. Mereka tinggal di motel tapi tidak berhubungan badan sama sekali, katanya pada wartawan.

9 January, dia mengantarnya ke LA dan membantu mengecek bagasinya di terminal bis. Elizabeth mengatakan akan ke Berkeley untuk tinggal dengan kakaknya dan mereka janji akan bertemu di Hotel Biltmore. Red menemaninya ke lobi hotel lalu meninggalkannya jam 6.30 karena harus kembali ke keluarganya.

Biltmore adalah tempat favorit Elizabeth untuk nongkrong. Banyak wisatawan kaya disana dan hotel terbesar di sebelah barat Chicago itu memiliki 1000 kamar. Lobinya sangat indah dengan langit-langit katedral dihias lukisan tangan, lampu kristal dan lantai marmer. Sangat kontras dengan tubuhnya yang tragis satu minggu kemudian.
Apa yang terjadi pada Eliabeth Short masih menjadi mistery. Satu hal yang pasti, selama tujuh hari dia berada dalam cengkeraman si pembunuh, yang mengejek dan menyiksanya sebelum dibunuh dalam keadaan yang begitu mengerikan.

5 January, tas kulit hitam miliknya ditemukan di tempat pembuangan sampah, beberapa mil dari TKP. Red mengenalinya sebagai milik Elizabeth, apalagi berbau parfum yang meresap di jok mobilnya selama mereka berkendara dari San Diego ke LA.

Robert Manley atau Red-lah satu-satunya orang yang terakhir bersama Elizabeth. Awalnya dia dituduh sebagai tersangka namun dibebaskan setelah menjalani tes poligraf (tes kebohongan) dan lulus. Didera masalah kesehatan mental, istrinya membawanya ke RS jiwa karena sering mendengar suara-suara. Dokter diam-diam memberinya suntikan Natrium pentothal dalam upaya mengumpulkan bukti kebenaran pembunuhan Black Dahlia, namunlagi-lagi dia lulus. Dia meninggal tahun 1986 karena terjatuh.

Mark Hansen, seorang manajer klub malam Holywood berusia 55 tahun. Banyak perempuan muda yang bekerja untuk Hansen tinggal di rumahnya yang terletak di belakang klub. Elizabeth menjadi tamunya selama beberapa bulan pada tahun 1946 dan ia pernah berusaha menidurinya tapi selalu gagal.

George Hodel adalah detektif LAPD yang sudah pensiun. Ia mempublikasikan  sebuah buku yang sangat laris “Avenger Black Dahlia” yang menggambarkan ayahnya yang kejam dan pernah memperkosa putrinya yang berusia 14 tahun (dibebaskan). Setelah ayahnya meninggal, Hodel menerbitkan album foto berisi dua snapshot dua wanita berambut gelap yang disebut Hodel sebagai Elizabeth Sorth. Namun keluarga Short membantahnya.

Jack Anderson Wilson adalah seorang gelandangan pemabuk. Dalam sebuah wawancara awal tahun 80’an, Wilson konon menceritakan rincian pembunuhan yang hanya si pembunuh saja yang mengetahuinya termasuk pengetahuannya tentang adanya cacat di organ intim Elizabeth yang membuatnya tak bisa berhubungan seks. Beberapa hari sebelum penangkapan, dia tewas dalam kebakaran hotel.

Walter Alonzo Bayley tahun 1997, LA Times menyarankan tersangka lain yaitu seorang ahli bedah yang rumahya terletak satu blok selatan dari tempat dimana tubuh Elizabeth ditemukan. Putri Bayley adalah teman adik Elizabeth yang bernama Virginia. Menurut teori ini,pembunuh Elizabeth Short pastilah seorang ahli bedah atau tukang jagal daging, dan kemungkinan Bayley menderita penyakit otak degeneratif yang membuatnya membunuh Short. Bayley berusia 67 tahun saat pembunuhan terjadi dan tidak memiliki catatan kekerasan, atau kejahatan. Ia juga tak pernah diketahui  bertemu atau mengenal Elizabeth Short.

Tak ada satupun tersangka kuat dalam kasus Black Dahlia. Sebagian bukti dan file juga sudah hilang terask 13 surat bernada mengejek dari sang pembunuh yang dikirim pada polisi dan media.
Selengkapnya...

 

Diane Blog Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Online Shop Vector by Artshare